NEWS & ENTERTAINMENT MEDIA

Contact online

Website AG CYBER TV tidak bisa di akses tanpa Javascript
Silahkan Aktifkan Javascript di browser Anda !!Subscribe Us


Semua karya otentik dari AG Cyber TV di proteksi ,
tidak diperbolehkan mengambil sebagian atau keseluruhan isi berita asli karya kami tanpa izin redaksi.

Siapkah Nganjuk di Ekploitasi Sumber Dayanya ? , Simak Ulasan Aktivis Lingkungan Hidup dan Konservasi Alam asal Kabupaten Nganjuk ini.


Foto ilustrasi


NGANJUK - Seperti yang kita ketahui kemarin, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dr. H. Sandiago Salahuddin Uno, BBA., MBA telah meresmikan The Carnival Nganjuk pada Sabtu (9/10/20222). Peresmian tersebut dimaksudkan agar dapat dijadikan tempat rujukan untuk mengembangkan bakat, kreativitas, dan ekonomi kreatif para pelaku usaha dan kaum muda di kabupaten Nganjuk.

Menurut pandangan Mas Menteri, yang menjadi sorotan potensi ekonomi kreatif Kabupaten Nganjuk adalah Nature (Alam) dan Culture (Budaya), berupa potensi pertanian bawang merah yang merupakan komoditas unggulan Kabupaten Nganjuk, potensi wisata alamnya yang dikenal dengan sebutan 1001 air terjun, maupun pengelolaan bendungan terbesar se Asia Tenggara (Bendungan Semantok).

Ketiganya diharapkan dapat mengangkat perekonomian dan menjadi ikon ekonomi kreatif Kabupaten Nganjuk berkelanjutan.

Berdasarkan hal tersebut mari kita pikirkan bersama tindak lanjut kita sebagai warga nganjuk, baik sebagai pemuda, pejabat pemerintah, pelaku usaha, dan warga Nganjuk agar peduli tehadap kemajuan Nganjuk kedepannya baik secara langsung maupun tidak langsung.

1. Potensi Pertanian Bawang Merah Nganjuk

Sudah tidak asing bagi kita bahwa komoditas dari sektor pertanian yakni Bawang Merah Nganjuk telah memiliki nilai tersendiri di Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Tercatat, sejak tahun 2016 hingga saat ini, Indonesia sudah tidak lagi mengimpor bawang merah, akan tetapi terus mencatatkan diri sebagai pengekspor bawang merah. Dengan luas lahan 149,6 ribu hektar, rata-rata dapat menghasilkan produksi bawang merah sebesar 1,45 juta ton pertahun. Sementara itu kebutuhan bawang merah dalam negeri rata-rata adalah 1,1 juta ton per tahun atau rata-rata sekitar 88.000 ton per bulan, sehingga masih sekitar 350.000 ton yang dapat kita ekspor ke Negara Thailand, Singapura, Malaysia, Timor leste dan negara lainnya.

Nganjuk sebagai produsen bawang merah menduduki peringkat ke-3 di provinsi jawa Timur setelah Brebes dan Malang. Peringkat ini berdasarkan data produktivitas jumlah bawang merah yang dihasilkan. Perlu dicermati kultivar yang paling banyak ditanam saat ini di Nganjuk adalah kultivar Tajuk (Tanaman Nganjuk) yang sebenarnya adalah kultivar Thaliland, kemudian kultivar Philips maupun kultivar Bauji Nganjuk.

Kedala saat ini yang terjadi adalah bawang merah khas Nganjuk memiliki karakter morfologi kulit umbi yang cenderung tipis dan ini mempengaruhi keawetan bawang ketika penyimpanan. Apabila ingin diekspor dengan ketahanan selama 5-6 bulan, maka perlu diberikan perlakuan khusus. Selanjutnya juga bisa melakukan uji persilangan dengan Bima Brebes yang notabene memiliki kulit umbi yang tebal.

Untuk diketahui, bawang merah Brebes ini cenderung awet dan menjadi unggulan bawang merah nomor 1 yang diekspor Indonesia.

Kendala selanjutnya yang dirasakan petani saat ini adalah harga benih bawang merah yang naik turun atau tidak stabil. Belum lagi mahalnya harga pupuk bersubsidi, yang kadangkalanya efektivitas hasilnya tidak sesuai dengan harga jual bawang merah yang cenderung dipermainkan oleh tengkulak, karena kurang dikontrol koperasi setempat.

Mungkin ini bisa dipertimbangkan oleh Dinas Pertanian mengenai bibit dan kesejahteraan petani. Perlu adanya pendampingan dari dinas terkait mengenai pemasaran dan branding. Kalau perlu ada perusahaan besar bawang merah di Kabupaten Nganjuk berupa pembukaan lahan bawang merah yang perlu dikelola perijinannya oleh Dinas Lingkungan hidup dan Kehutanan Kabupaten Nganjuk, bibit dari Dinas Pertanian, pekerjanya dari petani lokal, managemennya dari yang ahli dibidangnya dan diawasi serta didukung oleh Pemerintah Kabupaten Nganjuk.

Karena bawang mentahnya lebih potensial untuk dijual, maka ini yang perlu jadi perhatian utama. Selebihnya bisa dalam bentuk olahan-olahan yang bekerjasama dengan UMKM setempat. Ekonomi kreatif disini adalah melibatkan banyak sektor dan koordinasi, bukan berjalan sendiri-sendiri bahkan cenderung tidak diperhatikan. 

2. Potensi Wisata Nature dan Culture Kabupaten Nganjuk
Dikenal sebagai 1001 air terjun di kawasan pegunungan Wilis Kabupaten Nganjuk. 

Namun ada banyak pertanyaan yang mungkin sedang dipikirkan masyarakat, dari mana saja pengunjung yang berwisata kesini, berapa total wisatawan dalam negeri dan mancanegara yang pernah mengunjungi salah satu ikon Nature dan Culture yakni Air terjun Sedudo? Apakah ada list GuideBook atau data yang bisa kita lihat sehingga kita bisa bersyukur memiliki potensi alam yang hebat ini ditengah kota yang kecil ini?

Bagaimana cara wisatawan mancanegara kesini, apakah ada tour guide dan paket wisata yang diterapkan? Kemudian terkait akses wisata ke wilayah Sawahan dan Puncak Wilis, apakah sudah ada kendaraan umum yang bisa kita sewa? Seperti mobil pariwisata Nganjuk yang dikekola oleh Pemkab?

Saya sebagai warga Nganjuk sampai saat ini masih mempertanyakan hal tersebut. Dimana peran Dinas Pariwisata dalam memperkenalkan Sedudo waterfall ke dunia internasional dan bagaimana kemudahan aksesnya?

Beberapa waktu lalu saya ingin mengajak teman internasional saya dari Libya dan kawan-kawan dari berbagai daerah di Indonesia. Namun saya merasa kesulitan akses, karena jarak dari pusat kota Nganjuk kurang lebih 33 kilometer serta tidak adanya panduan paket wisata maupun kendaaran yang bisa kita akses seperti di kota lain di Indonesia, seperti transjogja maupun transbandung dan branding. Saya merasa wisata yang ada di Kabupaten Nganjuk kurang mendapat perhatian dari dinas dan stakeholder terkait.

Seharusnya ketika kita berfokus dalam pengelolaan ekonomi pariwisata kreatif, maka kemudahan akses pariwisata itu sangat penting. Karena ini juga untuk pemasukan Pemkab Nganjuk dari sektor pariwisata. Masih banyak potensi yang perlu digali dan diperbaiki, apalagi ditanah kemenangan ini (red: Tanah Anjuk Ladang julukan kota Nganjuk). Kalau kita memang menginginkan maju, SDM diperbaharui, tata kelola diperbaiki, dan bisa open minded dengan perkembangan saat ini.

Selanjutnya terkait data keanekaragaman Flora dan Fauna di kawasan pegununganWilis Kabupaten Nganjuk, apakah sudah ada datanya? Ini berkaitan dengan Biodiversitas karena “Biodiversity as a Cornerstone for Embracing Future Humanity” artinya keanekaragaman hayati sebagai landasan dan asset untuk merangkul kemanusiaan masa depan.

Berapa total kebakaran hutan di Nganjuk tiap tahunnya, untuk apakah penebangan kayu-kayu di hutan Nganjuk itu? Apakah ada industri kerajinan terkait pemanfaatan potensi hutan Nganjuk, Apakah ada griya oleh-oleh seperti batik motif Nganjuk, gelang khas Nganjuk, kaos Nganjuk dan souvenir lainnya? Apakah dibiarkan begitu saja?

Kita hanya bisa bertanya dan bertanya tanpa mengetahui sejauh mana hutan kita dikelola dan dimanfaatkan saat ini. Dari segi penelitian, apakah ada peneliti yang mau datang ekplorasi di hutan Nganjuk? Seberapa besar peluang wisata pendakian di pegunungan Wilis Kabupaten Nganjuk? Ini perlu di-up dan di-branding dengan SDM yang ada dengan memerhatikan keselamatan dan keamanan. Sehingga terlihat jelas hasil ekonomi kreatif dari segi pariwisata, bukan hanya formalitas menghabiskan dana dan ceremonial saja ketika mengadakan event-event yang berbasis pariwisata.

3. Potensi Wisata Mancanegara Bendungan Semantok
Menjadi bendungan terbesar se-Asean tentunya menjadi kebanggaan bagi kita kedepannya dan menjadi hal yang patut kita jaga bersama.

 Bagaimana bendungan ini selain bermanfaat bagi irigrasi pengairan pertanian ,kita juga bisa berpeluang menjadi sektor baru industri kreatif bagi Nganjuk. Apa artinya kalau pengelolaannya kurang nantinya, untuk itu perlu sosialisasi langkah dan inovasi agar Bendungan Semantok ini nantinya eksis dan bisa mendatangkan turis-turis mancanegara.

Saya sebagai warga Nganjuk berharap agar pengelolaan sampah nantinya juga bagus. Karena ketika ini dibuka untuk pariwisata, tentunya hal tersebut tidak bisa dihindari. Kita bisa belajar dari kota lain di Indonesia seperti wisata Bendungan Kamijoro Bantul, Bendungan Mila Sumbawa, Bendungan Teritip Balikpapan, Bendungan Karet Tirtonandi Solo, Bendungan Rotlikot NTT dan lainnya.

Dalam wisata Bendungan tersebut, terdapat fasilitas makan atau resto untuk pelaku UMKM, tempat penjualan souvenir, wahana permainan serta wahana simbol rumah adat setempat sebagai ciri khas daerah masing-masing. Wisata bendungan sudah menjadi trend saat ini dan sedang marak, apalagi Bendungan Semantok ini nantinya terbesar se-Asean. Kita bisa ekspektasi lebih dari wisata bendungan yang sudah ada di Indonesia.



Penulis : Nita Fitriana, S.Pd., M.Sc (aktivis lingkungan hidup dan konservasi alam asal Kabupaten Nganjuk)

Tercatat sebagai Alumnus Pascasarjana Biologi di Universitas Gadjah Mada Tahun 2019.

Untuk sanggahan bisa langsung mengirim ke Surel agcybertvonline@gmail.com