Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc., G.Dipl.IfSc., S.S. ( Lawyer & Direktur Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan Indonesia ) |
Nganjuk - Memasuki akhir tahun 2023, pembicaraan mengenai caleg semakin ramai di masyarakat, khususnya masyarakat Kabupaten Nganjuk. Pesta demokrasi kali ini melibatkan banyak pihak dalam struktur masyarakat. Partisipasi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tidak hanya diikuti oleh masyarakat yang tergabung dalam partai politik, namun juga menjadi sebuah trend tersendiri di lingkup Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kepastian hukum terkait diperbolehkan atau tidaknya seorang ASN mencalonkan diri sebagai anggota legislatif masih menjadi sebuah perdebatan di masyarakat luas. Pada faktanya masih banyak masyarakat yang belum memahami mengenai norma hukum yang dijadikan sebagai dasar pencalonan ASN sebagai anggota legislatif. Disamping itu, tumpang tindih aturan perundang-undangan terkait pencalonan ASN menjadi anggota legislatif juga menjadi hambatan tersendiri.
Adapun norma-norma hukum yang tidak memperbolehkan seorang ASN menjadi anggota legislatif, diantaranya adalah ketentuan dalam Pasal 123 Ayat (3) UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang pada intinya menyatakan bahwa, pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi ketua, wakil ketua, dan anggota DPR wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.
Berkaitan norma Pasal 123 Ayat (3) UU ASN tersebut telah diajukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK) dan diputus dengan Putusan No. 41/PUU-XII/2014 yang pada intinya menyatakan bahwa pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS harus dilakukan bukan sejak mendaftar sebagai calon melainkan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS dilakukan sejak ditetapkan sebagai calon peserta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden serta Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dengan adanya putusan tersebut, maka ketentuan yang terdapat dalam Pasal 123 Ayat (3) UU ASN dapat dikesampingkan.
Anehnya terdapat peraturan perundang- undangan yang lebih baru yang mengatur perihal ASN dalam pencalonanya sebagai anggota legislatif yakni, Pasal 240 huruf k UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), yang menyatakan bahwa bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi persyaratan untuk mengundurkan diri sebagai ASN, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali. Dalam hal terdapat pembaharuan peraturan perundang-undangan maka berlaku asas hukum lex posterior derogate legi priori (peraturan yang baru mengesampingkan peraturan yang lama), sehingga hasil uji materiil terhadap UU ASN tidak dapat berlaku lagi.
Selain itu, ada aturan pelaksanaan dari UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu khususnya Pasal 11 Ayat (1) huruf k Peraturan Komisi Pemilu No . 10 Tahun 2023 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari UU Pemilu, yang menegaskan bahwa calon legislatif merupakan WNI dan harus memenuhi persyaratan antara lain, mengundurkan diri sebagai ASN. Berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis (peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan yang umum), dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang ASN yang akan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif wajib mengundurkan diri sebagai anggota ASN.
Penulis : Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc., G.Dipl.IfSc., S.S. ( Lawyer & Direktur Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan Indonesia )