Nganjuk, 5 Maret 2025 – Dugaan pelanggaran hak ketenagakerjaan kembali mencuat. Seorang mantan pekerja Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Setia Bhakti Unit Warujayeng, berinisial Dar, mengaku tidak pernah didaftarkan dalam program BPJS Ketenagakerjaan selama bertahun-tahun bekerja. Akibatnya, setelah berhenti dari pekerjaannya, ia tidak mendapatkan hak jaminan sosial yang seharusnya menjadi perlindungannya.
Kuasa hukum Dar, Prayogo Laksono, S.H., M.H., menilai bahwa kasus ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan bisa berpotensi sebagai pelanggaran hukum.
"Pendaftaran pekerja dalam BPJS Ketenagakerjaan merupakan kewajiban perusahaan atau pemberi kerja. Jika tidak dilakukan, ada konsekuensi hukum yang jelas, baik sanksi administratif maupun pidana," ujar Prayogo saat ditemui di kantornya.
Ia menambahkan, pemerintah telah mengatur perlindungan bagi pekerja melalui berbagai regulasi. BPJS Ketenagakerjaan sendiri memiliki empat program utama, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Pensiun (JP). Jika hak-hak ini tidak diberikan, kesejahteraan pekerja bisa terancam, terutama setelah mereka tidak lagi bekerja.
Sanksi Hukum bagi Pemberi Kerja
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pemberi kerja wajib mendaftarkan dan membayarkan iuran BPJS bagi karyawannya. Dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa pemberi kerja wajib memungut dan menyetorkan iuran yang menjadi tanggung jawabnya.
Jika aturan ini dilanggar, Pasal 55 dalam undang-undang yang sama mengatur bahwa pemberi kerja dapat dikenakan sanksi pidana dengan hukuman penjara hingga 8 tahun atau denda hingga Rp1 miliar. Selain itu, Pasal 54 juga menyebutkan bahwa anggota direksi atau dewan pengawas yang melanggar ketentuan dapat dijatuhi hukuman serupa.
Pihak Koperasi Belum Memberikan Tanggapan
Tim media telah berupaya mengonfirmasi dugaan ini kepada pihak KSP Setia Bhakti Unit Warujayeng. Namun, saat mendatangi kantor, pimpinan koperasi tidak berada di tempat. Seorang karyawan yang ditemui menyarankan agar konfirmasi dilakukan langsung ke kantor pusat KSP Setia Bhakti di Jalan A. Yani, Nganjuk.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak koperasi terkait dugaan pelanggaran tersebut. Jika terbukti benar, kasus ini dapat menjadi preseden buruk bagi perlindungan hak pekerja di sektor koperasi.
Pengawasan lebih ketat dari pihak berwenang diperlukan agar kejadian serupa tidak terus berulang, demi memastikan setiap pekerja mendapatkan hak perlindungan sosial sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang.
(Tim Redaksi)